top of page
Militer

Berlan Kampung Serdadu dan Anak Kolong

Sedari dulu, Berlan adalah daerah militer. Di zaman KNIL, Jepang, ataupun Indonesia, tetap sama.

Oleh :
28 April 2025
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Serdadu Yon Zipur 11/DW sedang lari bersama. Batalyon yang bermarkas di Berlan, Jakarta ini melanjutkan tradisi Berlan sebagai kawasan militer sejak zaman Belanda. (Instagram Yon Zipur 11/DW).

TAK sampai satu kilometer dari Stasiun Manggarai, Jakarta, di sebelah timur laut ada kompleks perumahan padat. Isinya mayoritas rumah tentara. Kendati banyak rumah dan bangunannya sudah baru, sejak dulu militer sudah menetap di sana. Adalah tentara kolonial Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger (KNIL) yang memulainya.


Lebih dari 200 tahun lalu, daerah itu cukup penting bagi militer Belanda era Herman Willem Deandels. Pada 1811 itu, tentara Belanda bertahan di Benteng Meester Cornelis yang kini menjadi Pasar Jatinegara.


Nama kompleks tentara itu Beerenlaan. Asal nama itu, menurut koran Bataviaasch Nieuwsblad tanggal 2 Mei 1928, “kemungkinan besar berasal dari benteng yang terletak di sana ‘berend’ (bisa diartiken sebagai beruang).” Pada 1811, benteng itu diserbu tentara Inggris.

Sebelumnya, Beerenlaan dieja sebagai Berènlaan, berasal dari gabungan dua kata: berennen (beruang) dan laan (jalan). Jadi Beerenlaan bisa diartikan sebagai Jalan Beruang.


Sewaktu Perang antara Inggris dengan Belanda-Perancis tahun 1811, jalan tersebut punya lubang serigala. Kemungkinan fungsinya untuk pertahanan. Seperti diberitakan De Sumatra Post tanggal 31 Mei 1928, Kapten Soetekouw di Societeit Meester Cornelis menyebut: posisi pertahanan utara adalah parit dengan penghalang dan lubang serigala di daerah Beerenlaan sekitar Matraman yang sekarang menjadi Jalan Ksatriaan.


Puluhan tahun kemudian, daerah bekas penghalang dan lubang serigala itu sudah menjadi daerah militer. Di ujung Beerenlaan itu, menurut De Locomotief tanggal 17 Oktober 1888, terdapat tangsi Batalyon Infanteri ke-11 KNIL. Letak tangsinya dekat dengan aliran Kali Ciliwung.


Bersama Batalyon ke-12 KNIL, Batalyon ke-11 pernah dikirim ke Bone, Sulawesi Selatan untuk memadamkan perlawanan yang dipimpin raja Bone. Banyaknya serdadu KNIL yang tewas dalam operasi itu membuat para anak serdadu di Berlan, yang banyak kehilangan ayah, punya nyanyian penglipur lara yang berbahasa Belanda.


Pada sekitar 1870-an, di Berlan telah terdapat banyak rumah. Di antaranya dihuni para perwira KNIL. Seiring waktu, kawasan Beerenlaan terus berkembang. Berbagai fasilitas pun didirikan. Koran Java Bode tanggal 7 Juli 1881 menyebut, pada akhir abad ke-19 sudah terdapat gedung komidi di sana. Lalu, sebuah societeit juga ada.


Setelah tentara Belanda menyerah kalah kepada tentara Jepang pada Maret 1942, daerah Berenlaan, yang oleh orang Indonesia dieja sebagai Berlan, jatuh ke tangan tentara Jepang. Berlan tetap dijadikan kawasan militer. Majalah Yudhagama nomor 16 tahun ke-4, Desember 1983, memberitakan daerah Berlan dijadikan Kompleks Janzi. Para calon perwira peralatan dari tentara Pembela Tanah Air (PETA) dididik di sana. Selain itu, ada pula pasukan Heiho (pembantu tentara Jepang) di situ. Dalam Peranan Rengasdengklok Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, Sudiyo menyebut Batalyon 10360 juga berdiam di Berlan.


Waktu upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia dihelat di Jl Pegangsaan Timur 56, Chudancho (komandan kompi) PETA Jakarta Abdul Latief Hendraningrat pasang badan membekingi upacara tersebut. Tindakan itu diambilnya karena dia mengkhawatirkan gangguan tentara Jepang yang bisa datang dari arah Berlan kapan saja. Sebab, jarak Berlan dengan Pegangsaan Timur 56  tak sampai satu kilometer.


Setelah Jepang kalah perang, tentara Belanda kembali menempati Berlan. Mereka di sana hingga Perang Kemerdekaan Indonesia berakhir. Setelah pengakuan kedaulatan dan tentara Belanda harus angkat kaki dari Indonesia di tahun 1950, daerah Berlan pun diserahkan kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat.


Nama Berlan cukup dikenal luas setelah itu. Namun bukan karena aktivitas militernya, melainkan karena citra negatifnya. “Anak-anak kolong” –putra para tentara– Berlan terkenal nekat. Menurut Firman Lubis dalam Jakarta 1950-an: Kenangan Semasa Remaja, anak-anak Berlan dikenal baru setelah 1960-an. Mereka sama garangnya dengan anak-anak Siliwangi di daerah Lapangan Banteng. 


Reputasi Berlan dengan citra negatif terus bertahan hingga era-era sesudahnya. Setelah dikenal karena tawurannya, Berlan kemudian juga sempat diberitakan jadi tempat peredaran narkoba.


Kini, Berlan relatef “adem” dari pemberitaan miring. Kawasan yang menjadi markas Batalyon Zeni Kontruksi (Yonzikon) 11 dan beberapa satuan lain Angkatan Darat itu menyisakan banyak bangunan tua. Bahkan, beberapa rumah di sana dulunya adalah pondokan pagi kendaraan-kendaraan militer.*

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating

TULISAN LAINNYA

bg-gray.jpg

...

...

KEGIATAN

bottom of page