- Risa Herdahita Putri
- 20 Jun 2020
- 4 menit membaca
Nur Rohmat, ketua pengurus pembangunan musala, membidik lokasi di tengah lahan persawahan Desa Tohyaning. Di situlah musala akan didirikan bagi para peziarah makam Ki Gede Miyono, tokoh cikal bakal masyarakat Desa Kayen, Kabupaten Pati.
Ketika pembangunan musala dimulai, Nur Rohmat dan kawan-kawan menemukan struktur bangunan dan reruntuhan bata berukuran besar. Mereka kumpulkan bata yang masih untuh untuk merenovasi makam Ki Gede Miyono.
Meski pondasinya telah rampung, pembangunan musala dihentikan. Lokasinyadigeser 5 meter dari penemuan bata kuno.
Penemuan bata kuno itu dilaporkan kepada Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah. Setelah ditinjau oleh BP3, diketahui bahwa di Desa Kayen terdapat struktur bata kuno yang terpendam dalam tanahhampir seluas kolam renang standar Olimpiade. Temuan lain berupa arca Siwa Mahakala, keramik, dan artefak perunggu.
Temuan itu menarik karena berada di kawasan pantai utara Jawa Tengah. Ditambah lagi, menurut Hery Priswanto, peneliti Balai Arkeologi Yogyakarta,ukuran bata kuno di Kayen mirip dengan bata kuno yang ditemukan pada candi-candi di sekitar Candi Borobudur. Artinya, mungkin candi di Kayen juga berasal dari masa yang sama, yakni abad ke-8 hingga ke-9.
Keterangan Hery Priswanto itu terdapat dalam "Situs Candi Kayen: Data Baru Candi Berbahan Bata di Pantai Utara Jawa", yang terbit di Prosiding the 4th International Conference on Indonesian Studies: Unity, Diversity, and Future.
Baca juga: Raja-Raja di Singgasana Mataram Kuno
Di kawasan itu juga pernah ditemuan peninggalan dari abad ke-6 dan ke-7. Candi bata di Kayen punmenambah bukti penting awal peradaban Hindu dan Buddha di pantai utara Jawa Tengah.
Berdasarkan temuan itu, Sukawati Susetyo, arkeolog Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, menyebut bahwa awal perkembangan masyarakat Jawa Kuno berada di pantai utara sebelum berdiri kerajaan besar di pedalaman, yakni Mataram Kuno.
"Sebagaimana di Bali dan Jawa Barat, awal kontak dengan budaya India juga terjadi di pantai utara sebagai pintu masuk menuju daerah pedalaman," tulis Sukawati dalam "Situs Kesuben: Suatu Bukti Peradaban Hindu-Buddha di Pantai Utara Jawa Tengah", yang terbit di majalah arkeologi, Kalpataru, Vol. 24 No. 2, November 2015.
Bukti-bukti dari Pantura
Sugeng Riyanto, kepala Balai Arkeologi Yogyakarta, dalam "Dinamika Kebudayaan dan Perdaban Batang Kuna" terbit di Berkala Arkeologi, Vol.34 Edisi No.2, November 2014,menyebut kawasan pantai utara Jawa Tengah secara hipotetis adalah kawasan yang paling dulu mendapat pengaruh budaya dari India. Berbagai temuan arkeologis yang terdata di sepanjang kawasan itu berasal dari periode awal masuknya Hindu dan Buddha.
Misalnya, di Situs Kesuben, Kecamatan Lebaksiu, Kabupaten Tegal, ditemukan struktur bangunan candi dan berbagai artefak termasuk arca batu. Sekitar 5 km dari Situs Kesuben terdapat Candi Bulusdi Kecamatan Dukuhwaru. Candinya terbuat dari bata dan bersifat Siwaistikkarena memiliki lingga, yoni, dan fragmen arca tokoh Agastya.
Di Kecamatan Talun,Kabupaten Pekalongan, ditemukan jejak peradaban Siwaistik berupa fragmen arca Ganesa, Siwa, Wisnu, dan Brahma.
Baca juga: Ekspedisi Mataram Kuno ke Luar Jawa
Tak jauh dari sana, di Kabupaten Batang lebih banyak lagi bukti arkeologis yang ditemukan. Di antaranya reruntuhan candi, petirtaan, lingga, yoni, dan berbagai arca dari beragam tokoh dewa. Prasasti yang ditemukan antara lain Prasasti Balekambang, Prasasti Sojomerto, Prasasti Banjaran, Prasasti Blado, dan Prasasti Indrakila.
Prasasti Sojomerto dari abad ke-7 merupakan bukti penting karena menyebut Dapunta Sailendra, pendiri wangsa Sailendra yang berkuasa di Jawa dan Sumatra.Di Kecamatan Bawang terdapat Arca Selaraja yang diduga perwujudan Dapunta Salendra.
Menurut Sofwan Noerwidi,nama Selaraja bisa disamakan dengan Salendra atau Sailendra. Kata Sela berasal dari kata Saila yang berarti gunung. Sedangkan kata Raja sama artinya dengan Indra atau pemimpin para dewa.
"Arca itu dapat diperkirakan arca perwujudan dari tokoh Dapunta Salendra yang setelah wafat diperdewakan oleh rakyatnya," tulis Sofwan dalam "Melacak Jejak Indianisasi di Pantai Utara Jawa Tengah" dalam Berkala ArkeologiXXVII, Edisi No.2, November 2007.
Baca juga: Perempuan Penguasa Masa Mataram Kuno
Sementara itu, Prasasti Balekambang mungkin dari periode yang sama sekira tahun 600-an M, terlihat dari bagaimana prasasti itu memakai aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta.
Menurut Sofwan, Prasasti Blado dari sekira tahun 700 M berisi pemberian sedekah dari raja dengan menetapkan daerah bebas pajak untuk membiayai sebuah bangunan suci. Dengan adanya sima berarti telah ada institusi politik di kawasan Batang kuno. Institusi ini berupa perangkat pemerintah yang melakukan pengelolaan hasil bumi, pajak, dan pemeliharaan bangunan suci.
"Makin kuat dugaan kalau daerah pantai utara Jawa Tengah merupakan awal daerah perkembangan institusi politik yang mendapat pengaruh India," tulis Sofwan.
Dibandingkan kawasan Jawa Tengah bagian selatan, data institusi politik baru muncul paling awal pada 732 M dalam Prasasti Canggal dari Gunung Wukir, Kabupaten Magelang.
Lebih jauh lagi, Sugeng Riyanto berhipotesis ada pergeseran pusat peradaban dari Batang menuju kawasan Kedu-Prambanan, di selatan Jawa bagian tengah. Itu karena beberapa temuan di Batang kemungkinan besar berkaitan dengan tokoh Sailendra dan wangsanya, seperti Prasasti Blado, Sojomerto, dan arca Selaraja.
"Jelas sekali membawa ke pemikiran adanya benang merah yang lebih banyak tentang keberadaan Sailendra di Kabupaten Batang dari data hasil eksplorasi," tulis Sugeng.
Batang sebagai Pintu Masuk
Menurut Sofwan, masih menjadi misteri di mana letak "pintu" masuk dan jalur Indianisasi hingga akhirnya berkembang, mengkristal, dan mencapai puncaknya di poros Kedu-Prambanan pada masa Mataram Kuno, abad ke-8 hingga ke-10. Namun, pantai utara Jawa Tengah punya peran strategis bagi awal pendaratan kebudayaan India di Jawa.
"Pantai utara Jawa Tengah dan perubahan angin musim yang dimanfaatkan para pelaut-pedagang untuk berlayar di Kepulauan Nusantara," tulis Sofwan.
Khususnya Kabupaten Batang dengan banyaknya temuan didukung letak geografisnya. Wilayah pantai utara Kabupaten Batang merupakan teluk besar yang landai. Ia dialiri oleh tiga sungai besar yang bermuara di Laut Jawa, yaitu Sungai Kuto di timur, Sungai Sambong di barat, dan Sungai Gede di tengah. Ketiganya berhulu tepat di Gunung Prau di sebelah utara bagian dari dataran tinggi Dieng.
Baca juga: Berebut Takhta Mataram Kuno
Dataran tinggi Dieng di Wonosobo dipercaya sebagai awal kemunculan monumen kebudayaan Hindu tertua di Jawa Tengah. Di sana terdapat candi tertua di Jawa Tengah, yaitu Candi Arjuna dan Candi Semar yang dibangun sekira tahun 750 M.
"Paling awal (bukti arkeologis, red.)di Kabupaten Batang berasal dari abad ke-5 sampai abad ke-8," tulis Sofwan.
Karenanya, Kabupaten Batang yang memiliki kombinasi daerah pantai, dataran rendah, dan pegunungan memiliki potensi strategis untuk menguak jejak awal proses Indianisasi di pantai utara Jawa Tengah.
"Masih perlu dilakukan banyak pengembangan penelitian mengenai proses awal masuknya pengaruh Hindu dan Buddha di Jawa Tengah hingga mengkristal di kawasan poros Kedu-Parambanan," tulis Sofwan.
Comments