- Amanda Rachmadita
- 6 Mei
- 5 menit membaca
KISAH di balik tembok kerajaan tentang kehidupan pribadi para bangsawan selalu menarik perhatian banyak orang. Tak sedikit anggota kerajaan yang justru dikenal karena kehidupannya yang kontroversial. Salah satunya adalah Albert Edward, putra sulung Ratu Victoria dan Pangeran Albert, yang kelak menjadi raja Britania Raya dengan nama Edward VII.
Pria yang lahir di Istana Buckingham, London, pada 9 November 1841, itu memiliki reputasi sebagai playboy dan suka foya-foya. Bertie, panggilan akrabnya, tak hanya gemar mengunjungi tempat-tempat pemuas nafsu yang populer di Eropa, tetapi juga suka menyantap hidangan mewah dan menikmati anggur-anggur mahal.
Jurnalis Andy K. Hughes mencatat dalam The Pocket Guide to Royal Scandals, tempat hiburan yang kerap dikunjungi oleh Bertie adalah Cremorne Pleasure Gardens di London. Berlokasi di antara Chelsea Harbour dan ujung King’s Road, kawasan tersebut mencapai puncak popularitasnya antara tahun 1845 hingga 1877. Selain itu, Edward juga kerap bertemu dengan para wanita yang akan menjadi teman kencannya ketika ia mengunjungi Mesir, Prancis, hingga Jerman dalam perjalanan ke luar negeri.
“Di Paris, kunjungan rutinnya ke Le Chabanais sangat legendaris. Le Chabanais adalah rumah bordil mewah yang terkenal di ibu kota Prancis. Rumah bordil ini beroperasi di dekat Louvre sejak tahun 1870-an hingga tepat setelah berakhirnya Perang Dunia II, ketika rumah bordil di Prancis dianggap ilegal dan ditutup... pria itu sering berkunjung ke sana sehingga di salah satu kamar dipasang lambangnya di atas salah satu tempat tidur. Di kamar yang sama, ia memiliki bak mandi tembaga yang diisi dengan sampanye, dan sering mandi dengan kekasih-kekasihnya. Hal ini merupakan pemborosan jika melihat kondisi di kawasan kumuh London dan Manchester pada saat itu yang dibayangi kemiskinan dan penyebaran penyakit serius, serta para pengangguran yang kelaparan,” tulis Hughes.
Petualangan cinta dan foya-foya Bertie bukan tak diketahui oleh Istana. Namun, perilaku putra tertua Ratu Victoria itu dipicu oleh tekanan sebagai pewaris takhta kerajaan.
Menurut Violet Fenn dalam Sex and Sexuality in Victorian Britain, tepat sebelum ulang tahunnya yang kesembilan, Bertie menjalani pemeriksaan untuk mengetahui apakah ia cukup cerdas sebagai calon raja di masa depan. George Combe, pengacara yang menjadi ahli jiwa, melaporkan hasil pemeriksaan Bertie ke Istana, bahwa otak anak laki-laki itu “lemah dan tidak normal”.
Combe menegaskan, kurangnya kecerdasan ini hampir pasti diwarisi dari kakek Victoria, Raja George III, yang di masa tuanya menderita masalah kesehatan mental. Oleh karena itu, sebagai upaya mengantisipasi potensi rasa malu di depan umum, orang tua Bertie melakukan berbagai cara untuk memastikan kecerdasan putranya berkembang ke “arah yang benar”. Salah satunya dengan memecat guru kesayangan Bertie, Henry Birch, dan menggantinya dengan Frederick Gibbs yang tidak memiliki selera humor.
“Ada kemungkinan pandangan Bertie dewasa terhadap wanita sebagai objek yang harus ditaklukkan merupakan balasan atas perlakuan yang kurang menyenangkan yang ia terima dari ibunya. Ratu Victoria tak segan mengekspresikan emosinya atas hal-hal yang membuatnya jengkel, dan anak-anaknya mungkin merasakan kemarahannya lebih dari kebanyakan orang. Bertie khususnya adalah fokus dari sebagian besar rasa frustrasi ibunya selama masa kecilnya. Sang ratu khawatir putra tertuanya itu tidak memiliki kecerdasan yang dibutuhkan untuk seseorang yang ditakdirkan akan memerintah sebuah kerajaan,” tulis Fenn.
Pemberontakan Bertie termanifestasi sepanjang hidupnya melalui berbagai skandal percintaan sejak masa mudanya. Pada 1861, Bertie menjalin hubungan dengan aktris Nelie Clifden. Ketika Bertie melakukan perjalanan ke Irlandia untuk mengamati manuver militer, Nelie diselundupkan ke tempat tinggalnya oleh rekan-rekan sang pangeran. Dalam buku hariannya, Bertie mencatat telah bertemu dengan Nelie setidaknya pada dua kesempatan berikutnya.
Kabar ini sampai ke telinga orang tua Bertie. Ayahnya, Pangeran Albert, yang tengah sakit, segera mengunjungi Bertie setelah kembali ke kampusnya, Trinity College Cambridge, tempat ia mempelajari sejarah. Pangeran Albert melakukan perjalanan di hari yang dingin dan hujan pada November 1861. Saat kembail ke London, kondisinya semakin memburuk. Sebulan berselang, Pangeran Albert tutup usia.
“Penyebab resmi kematian Pangeran Albert adalah tifus, namun Victoria yang begitu terpukul atas kematian suaminya dengan cepat menyalahkan perilaku putra sulungnya yang memalukan,” tulis Fenn.
Ratu Victoria berharap pernikahan dapat menjadi solusi untuk mengatasi kelakukan bejat Bertie. Pernikahan Bertie dan Putri Alexandra dari Denmark digelar di Kapel St. George, Kastil Windsor, pada 10 Maret 1863. Namun, pernikahan ternyata tak membuat Bertie berhenti menjalin hubungan dengan banyak wanita. Bahkan, ia berselingkuh dengan wanita yang telah menikah.
Pernikahan juga tak membuat Bertie berhenti mengunjungi rumah bordil. Sejarawan Richard Davenport-Hines menulis dalam Edward VII: The Cosmopolitan King, Bertie menjadi tamu penting di Le Chabanais, sebuah area pelacuran yang dibuka di Paris oleh Alexandrine Kelly pada 1878 dengan kamar-kamar tidur yang didekorasi berbagai gaya. Di sana, terdapat sebuah kursi yang dijuluki siege d’amour atau kursi cinta yang dipesan khusus oleh Bertie untuk menunjang perilaku bejatnya.
Kursi yang memiliki bentuk seperti “tempat tidur susun” itu dibuat oleh Louis Soubrier, perajin lemari terkenal di Prancis. Terdiri dari dua tempat duduk yang disusun bertingkat, kursi yang dilapisi brokat itu dilengkapi penyangga untuk menopang kaki si pengguna. Dianggap sebagai perabot erotis paling terkenal sepanjang masa, kursi cinta milik Albert Edward dirancang untuk seorang bangsawan yang memiliki hasrat seksual yang sangat besar.
“Kursi cinta Raja Edward VII, yang dikenal sebagai siege d’amour dalam bahasa Prancis, melambangkan kemewahan dan sensualitas. Dan, mungkin yang lebih penting, kursi ini memungkinkan calon raja yang kelebihan berat badan itu untuk berhubungan seks dengan dua wanita pada saat yang sama tanpa menimbulkan risiko berbahaya bagi mereka. Desain kursi yang dirancang khusus ini juga memastikan perutnya tidak terganggu... Kursi yang asli diyakini telah dijual di sebuah lelang pribadi pada 1990-an, sementara replikanya dipamerkan di Sex Machines Museum di Praha,” tulis Hilary Mitchell dalam “King Edward VII's Love Chair: How Did the Dirty Bertie's Siège d' Amour Actually Work”, termuat di History Extra, 24 Juni 2024.
Putri Alexandra mengetahui perselingkuhan dan perilaku bejat suaminya. Namun, ia memilih tetap diam. Bertie sendiri beberapa kali terlibat dalam kasus perceraian yang penuh drama dan pernah dipanggil ke pengadilan dalam sebuah sidang. Seorang wanita yang sudah menikah mengaku terlibat perselingkuhan dengan Bertie hingga melahirkan seorang anak. Wanita itu mengaku gila agar tak diceraikan suaminya. Menurut Hughes, peristiwa yang terjadi tahun 1870 itu merupakan skandal Bertie yang paling terkenal. Ketika itu, ia mengatakan kepada pengadilan bahwa tidak ada hubungan intim antara dirinya dengan wanita bernama Harriet Mordaunt.
“Pewaris takhta kerajaan Inggris itu berbohong kepada pengadilan. Ibunya, Ratu Victoria, telah berusaha keras agar ia tidak bersaksi; ia jelas memiliki banyak hal yang disembunyikan, dan mencoba bersembunyi di balik ibunya. Mordaunt, meskipun mendata beberapa pria yang pernah menjalin kasih dengannya, hanya menyebut ‘beberapa lainnya’ ke dalam daftar pria yang dikencaninya. Kami berasumsi bahwa ini termasuk sang pangeran, karena Mordaunt telah mengakui perselingkuhannya kepada suaminya sendiri... Segera setelah persidangan, Albert Edward dicemooh di depan umum ke mana pun ia pergi, dan muncul seruan serius untuk menghapus monarki,” tulis Hughes.
Di sepanjang pernikahannya dengan Alexandra, Bertie memiliki banyak wanita simpanan. Yang paling terkenal adalah Alice Keppel, leluhur Camilla Parker Bowles, istri Raja Charles III. Hubungan Bertie dengan wanita yang dijuluki La Favorita itu diperkirakan dimulai pada akhir abad ke-19. Jalinan cinta keduanya tak berakhir ketika Bertie naik takhta menjadi raja pada 1901. Alice yang cerdik dan memiliki kepekaan terhadap politik kerap menjadi penghubung antara Edward VII dengan pejabat pemerintah.
“La Favorita selalu membuat sang raja tetap berada dalam kondisi hati yang baik; dan semakin tua, semakin mudah membuatnya terhibur,” tulis pejabat Departemen Keuangan Sir Edward Hamilton sebagaimana dikutip oleh Davenport-Hines. Kemampuan Alice dalam menempatkan diri membuatnya memiliki pengaruh yang kuat terhadap raja. Kendati Edward VII menjalin hubungan baik dengan banyak wanita, Alice menjadi “satu-satunya wanita kesayangan raja yang tidak menimbulkan kecemburuan dan memiliki hubungan yang netral dengan sang ratu.”
Fenn mencatat, Alice berada di dekat Bertie ketika sang raja mengembuskan napas terakhirnya. Bahkan, ia harus dikeluarkan secara paksa dari kamar oleh para pengawal kerajaan karena menangis histeris saat Raja Edward VII dinyatakan meninggal dunia pada 1910.*
Comments