top of page
Kuno

Satu Rumpun Bahasa

Keragaman bahasa etnis di Indonesia tak menghilangkan jejak pengaruh rumpun bahasa Austronesia.

25 September 2024
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Tiga pria asal Gayo. (Wereldmuseum Amsterdam).

“KITA sekarang memang berbeda, tapi dulu kita satu”. Begitu ucap Ery Soedewo, peneliti dari Balai Arkeologi (Balar) Medan, setelah menyampaikan makalahnya dalam Seminar Internasional Diaspora Austronesia di Nusa Dua, Bali, Juli 2016.


Presentasinya memperlihatkan awalmula berpisahnya bahasa Gayo dan Karo menjadi dua bahasa yang berbeda dari sudut pandang arkeolinguistik. Bahasa Gayo dan Karo adalah sedikit dari bahasa di Indonesia yang berkembang dari rumpun bahasa Austronesia.


Harry Truman Simanjuntak, arkeolog senior Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas), mengatakan, mempelajari Austronesia berarti mengingatkan bahwa ribuan tahun lalu bangsa Indonesia pernah disatukan akar tradisi yang sama: bahasa Austronesia.


“Kita semua memang berbeda, tetapi kita memiliki kesamaan yang dirangkai melalui Austronesia sebagai benang merahnya,” ujarnya.



Hingga kini, para ahli bersepakat para penutur Austronesia yang datang dari Taiwan adalah leluhur langsung dari bangsa Indonesia. Secara bahasa, warisan Austronesia ditandai dengan kata-kata yang mirip dalam bunyi dan makna. Beberapa kata, seperti kata-kata bilangandari satu sampai sepuluh di berbagai kawasan persebaran Austronesia, menunjukkan adanya kekerabatan itu.


Penjelasannya, pada perkembangan awal, interaksi antarpulau masih terbatas. Ini menjadikan budaya lokal menonjol. Datangnya pengaruh dari luar memunculkan budaya yang berbeda sebagai bagian dari adaptasi. Semakin lama suatu komunitas menghuni suatu tempat, perbedaan yang terjadi akan semakin besar. Hal ini terjadi di Taiwan, yang paling banyak memiliki keberagaman bahasa apabila dibandingkan dengan percabangan rumpun bahasa Austronesia lainnya di dunia. Meski bahasa Taiwan hanya sedikit, sekira 20, tapi ada perbedaan besar pada struktur linguistik mereka.



“Besarnya perbedaan linguistik itu mengindikasikan lamanya waktu menghuni pada suatu pulau. Jadi ini membuat Taiwan sebagai kandidat utama sebagai induk persebaran Austronesia,” tulis Paul Jen-kuei Li dari Institute of Linguistics, Academia Sinica di Taipei, Taiwan, dalam makalahnya “The Great Diversity of Formosan Languages”, dimuat di Language and Linguistics, tahun 2008.


Di Asia Tenggara, menurut Robert Blust dalam The Austronesian Languages, budaya luar mulai mempengaruhi para penutur Austronesia sejak 2.000 tahun lalu. Budaya India, Tiongkok, Islam, serta Eropa (Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris) lalu datang dan memulai keragaman di tengah kebudayaan yang dibawa para penutur Austronesia.


Begitu pula yang terjadi di Indonesia. Efeknya, kini bahasa di Nusantara pun semakin beragam.*


Majalah Historia No. 32 Tahun III 2016

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating

TULISAN LAINNYA

bg-gray.jpg

Memulangkan Artefak Kuno Yunani dari Genggaman Inggris

Artefak dari Akropolis dipindahkan dubes Inggris dengan modus penyelamatan. Ujung-ujungnya dijual untuk bayar utang.

bg-gray.jpg

Terpaksa Mengungsi karena Gunung Berapi

Letusan gunung berapi telah memaksa orang-orang dari peradaban kuno meninggalkan kota tempat tinggalnya.

bg-gray.jpg

"Amukan" Gunung Ruang

Gunung Ruang meletus lagi. Tidak separah di abad-abad silam, saat masih ada kerajaan kecil di dekatnya.

KEGIATAN

bottom of page