top of page
Politik

Ketika Sekolah Dasar di Mesir Hancur oleh Bombardir AU Israel

Para bocah di desa miskin Mesir tak tahu pada 8 April sekolah mereka akan dibom oleh AU Israel. Pamit mereka ke orangtua untuk bersekolah berubah menjadi pamit terakhir.

8 April 2020
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Reruntuhan sekolah dasar di Bahr El-Baqar yang dibom pesawat tempur Israel. (Wikimedia Wommons).

HARI ini, 8 April, 50 tahun silam. Ahmed Demeri, bocah berusia delapan tahun penduduk Desa Bahr El-Baqar di Sharqiyah, Mesir, bersama teman sebangkunya yang juga bernama Ahmed, pagi itu sedang antusias memperhatikan guru matematika menerangkan pelajaran. Saat tengah serius mengikuti pelajaran itulah pensil Demeri terjatuh. Demeri langsung membungkukkan badannya untuk mengambil pensilnya di bawah meja.


Namun, dia tak sempat kembali ke posisi duduknya semula karena sesuatu yang mengerikan tiba-tiba mendatangi kelas dan sekolah mereka. Demeri tak ingat apa-apa lagi setelah membungkukkan badannya.


Saat itu, Mesir dan negara-negara Arab sedang berperang melawan Israel dalam Perang Atrisi. Setelah kalah dari Israel dalam Perang Enam Hari (1967), pertempuran skala kecil antara negara-negara Arab dan Israel terus terjadi. Negara-negara Arab menetapkan kebijakan “Three nos”, yang menetapkan larangan perdamaian dengan Israel, larangan pengakuan terhadap Israel, dan larangan negosiasi dengan Israel sebagai prasyarat sebelum tindakan militer skala besar bisa diambil untuk merebut kembali Sinai Timur, wilayah Mesir yang direbut Israel.


“Presiden Gamal Abdel Nasser menegaskan hari ini bahwa Mesir akan berjuang untuk mendapatkan kembali wilayahnya yang diduduki oleh Israel jika PBB gagal memulihkannya. Nasser mengatakan angkatan bersenjata Mesir lebih kuat sekarang daripada sebelum perang Timur Tengah 5-10 Juni lalu. Dia mengatakan tidak puas dengan formula perdamaian yang disetujui Dewan Keamanan PBB kemarin,” demikian diberitakan Pittsburgh Post-Gazette, 24 November 1967.


Nasser akhirnya mengumumkan Perang Atrisi pada Maret 1969 setelah yakin kekuatan militernya telah jauh lebih siap untuk kembali menghadapi Israel yang didukung Amerika Serikat (AS). Pernyataan perang itu mengubah pertempuran-pertempuran kecil menjadi duel artileri skala besar, serangan pasukan komando, hingga perang udara.


Namun, taktik perang parit yang statis di sepanjang Garis Bar Lev yang diterapkan Israel membuat negeri itu frustrasi sendiri. Pendulum yang tadinya berada di pihak Israel bergeser ke Mesir yang sejak awal 1970 telah mendapat bantuan persenjataan dan personil tiga kali lipat lebih banyak dari Uni Soviet.


“Tidak dapat mengakhiri Perang Atrisi, dan di bawah tekanan publik yang kuat untuk menghentikan pertumpahan darah yang disebabkan oleh perang yang statis ini, IAF (AU Israel, red.) dikerahkan untuk mengeksekusi ‘Operation Boxer’, sebuah pemboman udara besar-besaran terhadap posisi Mesir di sepanjang Terusan Suez. Ini tidak lebih efektif. Penembakan terhadap Garis Bar Lev oleh Mesir tetap berlanjut, dan pemberitaan-pemberitaan hitam, sering memuat foto seorang prajurit, berlanjut tampil tiap hari di media-media Israel,” tulis Ahron Bregman dalam Israel’s Wars: A History Since 1947.


Israel akhirnya menerapkan strategi baru, Deep Penetration, yakni pembomban menggunakan pesawat jet tempur AU ke wilayah-wilayah Mesir. “Tujuan awal utama dari strategi Deep Penetration adalah untuk membuatnya lebih mudah bagi pasukan Israel memegang garis gencatan senjata. Rencana pemboman ke dalam Mesir amat terbantu oleh pembelian jet-jet tempur Phantom dan Skyhawk oleh Israel baru-baru ini,” kata Menhan Israel Moshe Dayan sebagaimana dikutip Bregman.


Awal 1970 menandai dimulainya Deep Penetration. “Kampanye serangan penetrasi ke dalam dimulai pada 7 Januari 1970 menyasar sejumlah target termasuk depot logistik, pusat pelatihan dan bangunan markas militer; banyak dari mereka berada dalam radius 40 km dari Kairo untuk memiliki efek maksimum pada opini publik Mesir, karena pers dikendalikan dengan ketat dan masyarakat umum tahu sedikit tentang Perang Atrisi di sepanjang Terusan Suez,” kata Simon Dunstan dalam Israeli Fortifications of the October War 1973.


Sejak itulah pula penduduk di utara Mesir yang wilayahnya dijadikan target Israel menjadi akrab dengan pesawat-pesawat jet tempur AU Israel (IAF). Pada 8 April, di Desa Bahr El-Baqar yang miskin, penduduk menjalani aktivitas seperti biasa. Pagi itu, setelah berpamitan pada ibunya dan mendapat ciuman di kening dari sang ibu, Ahmed berangkat ke sekolah dengan semangat untuk mewujudkan mimpinya menjadi dokter.


Bersama Demeri, Ahmed serius mengikuti pelajaran kedua, matematika, di kelas. Di tengah keseriusan itulah pensil Demeri terjatuh ke lantai. Ahmed melihat Demeri membungkukkan badan berusaha mengambil pensilnya. Saat Demeri hendak mengambil itulah sekolah mereka dibom oleh pesawat tempur Phantom AU Israel.


“Dua pesawat tempur-bomber dilaporkan orang-orang Mesir menjatuhkan bom selama melakukan serangan terbang rendah. Tiga bom, kata seorang saksi, jatuh di sekolah satu lantai. Dua roket yang ditembakkan dikatakan menghantam di luar halaman sekolah,” tulis Raymond H. Anderson yang mengirim laporannya untuk New York Times, dimuat .


Demeri tak pernah bisa mencapai ke posisi semula karena dia tak sadarkan diri. “Ayahku kemudian menceritakan bahwa mejaku yang hancur menimpaku, menyebabkan gegar otak,” kata Demeri sebagaimana diberitakan .


Lebih dari 40 murid dan guru sekolah itu meninggal dan puluhan lainnya luka-luka akibat bombardir Israel itu. Salah satu korban tewas adalah Ahmed. Demeri mengetahuinya setelah diceritakan sang ayah usai siuman dari 25 hari pingsannya.


“Ahmed, temanku, adalah satu-satunya anak laki-laki ayahnya di antara lima anak perempuannya. Ayahnya sekarang sudah tua dan menganggur dan tidak bisa melakukan apapun selain menunggu bantuan dari orang-orang. Mungkin jika Ahmed masih hidup, dia akan menjadi orang dan menanggung beban ayahnya,” sambung Demeri yang kini nyaris berusia 60 tahun.


Serangan terhadap target sipil oleh Israel itu segera menarik perhatian dunia internasional, terlebih beberapa waktu sebelumnya Israel juga membom sebuah pabrik di Abu Zabal yang menewaskan 70 pekerja pabrik. “Sejumlah besar wartawan asing mengunjungi tempat kejadian dan dengan mata-kepala sendiri melihat dampak kejahatan baru militer Israel. Sekarang dunia menemukan dirinya berhadapan muka dengan aksi kekerasan baru. Itu adalah Tel Aviv yang bertempur melawan anak-anak sekolah,” demikian CIA menulis laporannya, dimuat dalam Daily Report, Foreign Radio Broadcast, Issue 61-70.


Kantor berita Soviet TASS menulis, “Seorang komentator dari MEN (Manchester Evening News) News Agency mengungkap kemunafikan seorang wakil dari Deplu AS, yang dalam sebuah konferensi pers di Washington menyatakan AS menyesalkan serang udara Israel terhadap sekolah di Bahr El-Baqar, Mesir. Amerika Serikat, tulis komentator itu, menyerukan kepatuhan dengan hanya satu resolusi PBB, resolusi gencatan senjata, berpura-pura bahwa tidak ada lagi resolusi PBB tentang Timur Tengah. AS keluar untuk mematuhinya dengan resolusi yang mengarah pada penguatan posisi Israel di tanah Arab yang diduduki dan memberikannya kemungkinan untuk membangun pemukiman Israel yang baru di tanah yang dihancurkan. Penguasa Tel Aviv diizinkan untuk melakukan ini dengan dukungan yang terus mereka terima dari AS. Kejahatan-kejahatan baru-baru ini dan lainnya sedang dilakukan oleh militer Israel dengan Hantu dan senjata AS yang diberikan AS kepada para penyerang. Fakta tak terbantahkan ini hanya bisa mengungkap kemunafikan Washington, yang mencoba meyakinkan dunia tentang apa yang disebut keinginan AS untuk perdamaian di Timur Tengah. Jika klaim ini benar, AS seharusnya segera menghentikan pasokan senjata ke Israel dan memeriksa para penguasa Israel.”


Israel kebakaran jenggot. Menhan Moshe Dayan mengatakan serangan ke sekolah di Bahr El-Baqar merupakan human error karena pilot mengira sekolah itu sebagai instalasi militer. “Pada 13 April 1970, Israel menghentikan serangan Deep Penetration karena takut memprovokasi Uni Soviet meskipun serangan pemboman yang gagal yang membunuh 47 anak murid dan melukai 30 lainnya di sebuah sekolah dasar di Desa Bahr El-Baqar adalah faktor yang berkontribusi,” tulis Dunstan.


Menuntut Israel


Pemboman sekolah oleh Israel itu membuat para korban selamat harus menjalani hari-hari baru yang gelap. Meski gencatan senjata dicapai pada Agustus tahun itu juga, Demeri harus kehilangan masa kecilnya seperti sedia kala lantaran harus kehilangan satu kakinya akibat bombardir tersebut. Kondisi itu membuatnya tak bisa bekerja seperti orang normal pada umumnya ketika dewasa.


Kehidupan lebih pahit mesti dijalani penduduk Bahr El-Baqar, termasuk Demeri, karena minimnya perhatian dari pemerintah Mesir. Pengaduan berulangkali yang disampaikan mereka baik kepada rezim Nasser maupun rezim-rezim penggantinya hanya berbuah janji yang tak pernah terbukti. Kondisi jalan dan kualitas air yang buruk, pasokan listrik minim hingga tiadanya klinik menjadi bukti minimnya perhatian tersebut. 


“Bahr El-Baqar telah lama dilupakan. Setiap tahun, jurnalis dan media berbicara kepada kami. Mereka bertanya kepada kami apa yang kami butuhkan dan berjanji untuk membantu, dan tetap tidak ada apa-apa; kami tidak mendapatkan apa-apa,” Demeri, diberitakan Ahram Online.


Karena tiadanya respon pemerintah itulah pada 2009 Demeri memilih berjuang lewat cara yang disarankan pengacara Essam el-Islamboli, yakni menuntut pemerintah Israel. “Pengacara kami menegaskan kepada kami bahwa kasus seperti itu tidak pernah menjadi batal karena waktu, karena ini adalah kejahatan perang,” sambungnya.

Comentarios

Obtuvo 0 de 5 estrellas.
Aún no hay calificaciones

Agrega una calificación

TULISAN LAINNYA

bg-gray.jpg

Nawaksara Ditolak, Terbit TAP MPRS XXXIII/1967

Menjerat lewat aturan untuk mendongkel Sukarno, lalu menaikkan Soeharto menjadi presiden.

bg-gray.jpg

Habis Gelap Terbitlah Sekolah

Orang-orang Belanda yang berpandangan maju mewujudkan perjuangan RA Kartini untuk mendirikan sekolah-sekolah untuk wanita.

bg-gray.jpg

Perjuangan Untung Membela RI

Untung ikut melawan tentara Belanda di Batuwarna dan daerah lain di Wonogiri. Namun tak dicatat dengan detil dalam sejarah.

KEGIATAN

bottom of page