top of page
...

Perjuangan Untung Membela Ri

_

Oleh :
...
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

...

Setelah tentara Belanda melancarkan Agresi Militer Belanda II, Batalyon Sudigdo di Wonogiri, Jawa Tengah, menjadi sibuk. Terutama setelah Tentara Belanda memasuki Baturetno.

Para komandan pasukan yang berada di bawah komando Mayor Sudigdo pun bersiap, termasuk Kusman alias Untung Sjamsoeri. Mereka berbagi tugas. Pasukan Djumali akan bergerak dari arah utara, pasukan Wisnu dari barat, pasukan Prayitno dari selatan, dan pasukan Kusman dan Samijo dari arah timur.


Pada hari penyerbuan itu, pasukan Untung berada di daerah Batuwarna. Segala persiapan pertempuran sudah mereka lakukan. Dari pukul 10 pagi dia berjalan ke arah kota. Sekitar pukul 12 siang, pasukan Untung mendengar suara tembakan. Dengan segera pasukan Untung mengambil posisi untuk menghadang tentara Belanda yang sudah mengetahui rencana pasukan republik itu.



“Pasukan itu sebenarnya hanya terdiri dari dua regu yang bersenjatakan 1 Bren Gun, 4 Sten Gun dan bermacam senapan buatan beberapa negeri,” catat G Setiawan dalam artikel “Gugurnja: Kopral Slamet, Kopral Walidi dan Pradj. Iskandar (Putera Jepang)” di Madjalah Angkatan Darat edisi4-5 April Mei 1958).


Menurut Setiawan, tentara Belanda berjumlah sekitar 150 personel. Sementara, pasukan Untung hanya 30 orang.


Begitu tentara Belanda pimpinan Letnan Schot itu dalam area tembak pasukan Untung, tembak-menembak pun terjadi sekitar dua jam. Pihak Belanda menang jumlah peluru tapi kalah posisi. Mereka memilih mundur.


Ketika beberapa anggota pasukan Untung turun dari bukit, Kopral Slamet, Kopral Walidi, dan Prajurit Iskandar (orang Jepang yang memilih berjuang untuk Indonesia) tertembak. Sorenya, pasukan Untung sudah bergerak ke tempat lain. Bersama pasukan Samijo, pasukan Untung mendatangi pasukan Wisnu yang masih bertempur.



Tak mendapat tempat dalam historiografi


Pertempuran Batuwarna ini kurang tercatat dalam buku sejarah meski Madjalah Angkatan Darat pernah menulisnya. Tertutupnya kisah perjuangan di Wonogiri ini bukan tidak mungkin karena para pejuang yang terlibat berada dalam kesatuan yang dipimpin Mayor Sudigdo. Sudigdo merupakan komandan yang punya reputasi sebagai orang kiri. Tak hanya Sudigdo sebagai komandan batalyon, salah satu bawahannya yakni bekas Sersan Mayor Kusman yang pada 1950-an menjadi Letnan Untung, juga punya reputasi sama.



“Batalyon Digdo yang bermarkas di Kleco memperoleh pendidikan politik dari tokoh PKI Alimin, di antaranya Untung dan Suradi, yang kemudian pada tahun 1965 mempimpin G.30.S/ PKI,” kata Jenderal Soeharto dalam Soeharto: Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya.


Batalyon Digdo pada 1950-an berada di bawah resimen yang dipimpin Soeharto di Solo. Setelah G30S, Kolonel Sudigdo –yang pernah menjadi dosen di Seskoad— menjadi tahanan politik Orde Baru. Nasibnya tidak banyak diketahui. Sementara, Untung dikenal karena sebagai komandan Batalyon Kawal Kehormatan Tjakrabirawa pada 1965 memimpin G30S yang gagal dan kemudian dihukum mati.

Kommentare

Mit 0 von 5 Sternen bewertet.
Noch keine Ratings

Rating hinzufügen

TULISAN LAINNYA

bg-gray.jpg

...

...

KEGIATAN

bottom of page