- Risa Herdahita Putri
- 10 Okt 2024
- 2 menit membaca
SITUS Liangan seakan menyeruak di tengah lahan pertanian yang hijau di Dusun Liangan, Purbosari, Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah. Tanah bekas galian terlihat di mana-mana. Situs itu tak ubahnya tanah lapang yang kosong, kecuali struktur batu-batu kuno yang menyembul di sana-sini.
Padahal, penelitian arkeologi menunjukkan permukiman Liangan kuno itu dulunya indah, rimbun, dan dihiasi bermacam tanaman. Pada 2015, tim Balai Arkeologi (Balar) Yogyakarta menemukan kembali jejak-jejak pepohonan dan sisa-sisa lahan pertanian Liangan masa lalu.
Berdasarkan sampel sisa serbuk sari (pollen) yang dikumpulkan dari beberapa tempat, tampaknya masyarakat kala itu telah menata permukimannya sedemikian rupa. Di pinggiran jalan batu yang kini membelah permukiman, terdapat jejak pohon pinus. Di sekitaran bangunan candi dan batur ditemukan jejak bunga kantil dan pohon jambu.
“Bisa dibayangkan Liangan dulunya tidak segersang itu,” ujar Sugeng Riyanto, ketua Tim Peneliti Situs Liangan dari Balar Yogyakarta.
Baca juga: Bermukim di Tanah Bencana

Baca juga: Liangan, Menggali Peradaban yang Hilang
Tak jauh dari bangunan-bangunan itu ditemukan pula bekas lahan pertanian kuno. Bahkan, tim menemukan teknik pertanian yang tak jauh berbeda dengan saat ini. Lahan pertanian itu dibentuk seperti sistem bedengan di masa kini.
Mereka juga menemukan sisa bulir padi yang menjadi arang dan sisa-sisa jagung. “Memang jenis jagungnya beda dengan yang sekarang. Jagung ini ditemukan di bawah entong perunggu, ada di dalam dandang. Mungkin lagi diaduk-aduk,” lanjut Sungeng.
Tak cuma itu, pada 2016, Balar mendapati adanya indikasi saluran irigasi yang mengarah ke lahan pertanian kuno itu. Sementara ini mereka baru menemukan saluran sepanjang 10 m, dengan lebar 80 cm sampai 1 m.
“Nah kemudian di kanan-kirinya lagi dibuat gundukan seperti untuk menampung air. Di kanan-kiri gundukan diperkuat lagi dengan boulder. Di tengah gundukan itu kita temukan lubanglubang yang kami kira bekas tanaman kecil,” ujar Sugeng.*
Majalah Historia No. 34 Tahun III 2016
Comments