top of page
...

Singkat Cerita Pesawat Hercules

_

Oleh :
...
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

...

SEDIKIT demi sedikit alutsista TNI AU yang dinilai sudah uzur dipensiunkan. Setelah enam helikopter angkut multifungsi SA 330 Puma pada Desember 2023, kini giliran tiga pesawat angkut Lockheed C-130B Hercules yang purnatugas.


Setelah lebih dari enam dekade menjadi bagian dari kekuatan udara Indonesia, tiga pesawat Hercules yang dianggap sebagai simbol ketangguhan dan pengabdian TNI AU dipensiunkan pada Rabu (23/4/2025). Tiga pesawat dengan sandi A-1303, A-1304, dan A-1313 yang bertugas di Skadron Udara 32 yang berbasis di Lanud Abdulrahman Saleh, Malang itu dipensiunkan melalui upacara kehormatan di Depohar 10 Lanud Hussein Sastranegara, Bandung.


“Pesawat ini bukan sekadar mesin tapi saksi sejarah perjuangan. Dari Operasi Trikora (1961-1962) hingga misi kemanusiaan seperti tsunami Aceh (2014), gempa Palu (2018), hingga erupsi Semeru (2021), Hercules selalu hadir di garis depan,” ujar Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal M. Tonny Harjono dalam sambutannya di upacara purnatugas Hercules, dilansir laman resmi TNI AU, Rabu (23/4/2025). 


Tiga unit pesawat itu merupakan Hercules varian awal. Meski begitu, mengutip data Flight Global 2025, TNI AU tercatat masih memiliki 20 pesawat angkut bikinan Amerika Serikat itu dari generasi yang lebih muda dari C-130B. Di antaranya C-130H yang di-upgrade, L-100 varian sipil, C-130J Super Hercules, dan satu unit pesawat tanker KC-130B. 


Lahirnya pesawat Hercules itu berangkat dari kebutuhan pesawat angkut pasukan, kargo, hingga evakuasi medis dengan teknologi yang lebih maju dan kemampuan yang lebih memadai. Kebutuhan mendesak itu begitu nyata saat AU Amerika (USAF) terlibat di Perang Korea (1950-1953). USAF yang masih bergantung pada pesawat-pesawat angkut bermesin piston sisa Perang Dunia II –seperti Fairchild C-119 “Flying Boxcar”, Douglas C-47 “Skytrain” atau lebih dikenal dengan pesawat Dakota, Douglas C-54 “Skymaster”, Douglas C-124 “Globemaster”, dan Curtiss C-46 Commando– amat membutuhkan pesawat-pesawat angkut yang lebih baik dari aspek kemampuan taktis, kapasitas, maupun keandalan mesin. 


“Globemaster misalnya mampu membawa kargo seberat 36.287 kg atau sekitar 200 penumpang namun terbangnya lambat, hanya 370,15 km/jam. Butuh waktu hingga enam pekan bagi militer Amerika mengangkut pasukan dan peralatan ke Korea Selatan dan keadaan ini membuat mereka butuh pesawat angkut yang lebih baik dalam hal kapasitas sekaligus lebih cepat dan efisien. Dari kebutuhan-kebutuhan inilah Hercules lahir,” tulis Jan Goldberg dalam U.S Warplanes: The C-130 Hercules.


Hercules Perkuat AURI

Pada Februari 1951, lanjut Goldberg, USAF meminta sembilan pabrikan pesawat untuk membuat desain pesawat angkut militer sesuai kebutuhan-kebutuhan tadi. Pesawat angkut baru itu diharapkan juga punya kapabilitas mendarat di landasan pendek dan di landasan segala medan, termasuk permukaan es, bersalju, atau pasir. Mulai Boeing, Northrop, North American Douglas Aircraft Company (kini bagian dari Boeing), Fairchild, hingga Lockheed (kini Lockheed Martin).


“AU (Amerika) menginginkan pesawat baru yang interiornya memiliki semacam rel kargo, lantai kargonya juga harus sama rata ukurannya dengan (ketinggian) truk militer standar untuk memudahkan pemuatan kargonya. Pesawatnya juga harus memiliki ramp dan pintu belakang yang diperlukan untuk penerjunan pasukan dan peralatannya. Pesawatnya juga mesti punya ruang yang cukup untuk membawa setidaknya 90 orang atau 64 pasukan terjun payung dan bisa terbang 2.500 mil (4.023 km) tanpa mengisi bahan bakar,” imbuhnya.


Alhasil, banyak desainer dan insinyur pesawat di sejumlah pabrikan menganggap permintaan itu mission impossible. Hanya tim desain dan teknisi Lockheed pimpinan Willis Hawkins yang menyanggupinya dan akhirnya memenangkan “sayembara” itu lewat desain purwarupa YC-130. Selain berusaha memenuhi permintaan-permintaan di atas, tim Lockheed unggul karena disokong kemitraan pabrikan Allison Engine Company yang memasok mesin turboprop Allison T56 dan baling-baling listrik Curtiss-Wright.


“Menjadi catatan menarik karena (purwarupa) Lockheed YC-130 Hercules dilengkapi baling-baling berbilah tiga elektronik Curtiss-Wright yang ditenagai mesin turboprop Allison T56 yang bisa menghasilkan tenaga putaran 1108 RPM yang dorongannya juga disesuaikan dengan sudut bilah baling-balingnya,” ungkap Frank Hitchens dalam Propeller Aerodynamics: The History, Aerodynamics & Operation of Aircraft Propellers.


Sederhananya, teknologi mesin turboprop tak lagi dengan mekanisme manual melainkan sudah elektronik. Desain Lockheed menyandang sebutan “Hercules” untuk merefleksikan kekuatan dan keandalan pesawat bak tokoh mitologi Yunani, Heracles, yang merupakan salah satu anak Dewa Zeus.


Satu dari 10 purwarupa YC-130 kemudian menjalani uji terbang pertamanya dengan sukses pada 23 Agustus 1954. Adapun model produksi C-130A mulai dipesan USAF di tahun yang sama dan mulai dioperasikan pada 1956 dengan penempatan di Wing Angkut Pasukan Ke-463 dan Wing Angkut Pasukan ke-314.


Pesawat Lockheed C-130A Hercules dengan bobot kosong 34,3 ton dan lebar sayap 40,41 meter serta panjang badan 29,79 meter itu mampu mengangkat 5 kru plus 92 penumpang atau 64 prajurit terjun payung, atau 2-3 truk militer standar, atau 2 kendaraan tempur taktis. Kapasitas kargonya juga bisa membawa muatan maksimal 19 ton. Dengan ditenagai empat mesin turboprop Allison T-56, Hercules bisa melesat dengan kecepatan jelajah 540 km/jam dan maksimalnya 610 km/jam, terbang di ketinggian maksimal 33 ribu kaki (10.058 km), serta daya jelajah 3.215 mil (5.176 km) tanpa mengisi bahan bakar. 


Segala keunggulan yang dimiliki itu membuat Hercules mulai dilirik negara lain. Terutama negeri-negeri sekutu Paman Sam.


“Pada akhir 1956 setidaknya Lockheed sudah mengirim 2019 pesawat untuk AU Amerika. Pada 1957, Australia menjadi negara pertama di luar Amerika yang memesannya dari Lockheed. Mereka memesan 12 unit C-130A untuk RAAF (AU Australia) dan kemudian disusul negara-negara lain, seperti Indonesia dengan 10 unit dan Kanada memesan 4 unit. Inggris sendiri baru memesan 66 unit Hercules pada 1965,” sambung Goldberg.


Kehadiran pesawat Hercules yang memperkuat Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI, kini TNI AU) pada 1950-an itu bukan tanpa sebab. Di sela kunjungannya ke Amerika untuk bertemu Presiden Dwight Eisenhower medio 1959, Presiden Sukarno juga menengok pabrik Lockheed yang berada di Burbank, California. Setelah melihat beberapa gedung perakitannya, Presiden Sukarno tertarik memesan 10 Hercules yang saat itu diperkirakan bernilai 2 juta dolar Amerika.


“Presiden Soekarno hari Rabu yang lalu (3 Juni, red.) telah mengunjungi pabrik pesawat terbang Lockheed yang luas di Burbank, berjabat tangan dengan beberapa pekerja, membangunkan seorang buruh yang sedang mengantuk serta memesan 10 buah pesawat pengangkut Hercules Typ C 130 seharga 2 juta dolar,” tulis suratkabar Nasional, edisi 5 Juni 1959. 


Kepercayaan diri Sukarno begitu tinggi sebab dia sudah punya modal walau bukan berupa jutaan dolar. Penahanan pilot Amerika Allen Lawrence yang beroperasi untuk dinas intelijen Amerika CIA di Indonesia merupakan modal itu.


Penangkapan Pope menjadi bukti keterlibatan CIA dalam Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta). Pope ditangkap setelah pesawat pembom ringan Douglas B-26 Invader-nya ditembak jatuh di Ambon pada 18 Mei 1958. Pope lantas diadili dan divonis hukuman mati walau kemudian eksekusinya dibatalkan dan digantikan penahanan setelah berjalannya negosiasi dengan Amerika.


“Hingga berakhirnya masa pemerintahan Presiden Eisenhower, Pope masih ditahan di Indonesia. Presiden John F. Kennedy mewarisi masalah tersebut. Upaya pembebasan Pope mulai disusun, salah satunya dengan mengundang Sukarno berkunjung ke Ameirka tahun 1961. John F. Kennedy juga mengirim adik kandungnya, Jaksa Agung Robert Kennedy, untuk menagih janji Sukarno melepaskan Pope. Berkat mediasi yang cukup panjang, atas mandat Presiden John F. Kennedy dan Robert Kennedy berhasil membujuk Sukarno membebaskan Pope,” tulis Sigit Aris Prasetyo dalam Go to Hell with Your Aid!: Pasang-Surut Hubungan Sukarno dengan Amerika Serikat.


Namun bukan diplomasi “Bobby” Kennedy semata yang membuat hukuman mati Pope ditangguhkan. Dalam otobiografinya, Sukarno mengaku faktor kedatangan istri serta ibu dan saudara kandung Pope yang memohon pembebasan sang pilot yang membuat hati Sukarno tergerak.


Tentu “tidak ada makan siang gratis”. Pembebasan Pope pun dibarter dengan dukungan politik Amerika dalam Sengketa Irian Barat (1950-1962), bantuan finansial untuk proyek Djakarta Bypass dari Cawang ke Pelabuhan Tanjung Priok (kini Jalan Ahmad Yani dan Jalan DI Panjaitan), serta 10 unit pesawat angkut militer Lockheed C-130B, varian Hercules dengan mesin yang lebih powerful, bobot yang lebih besar dan kapasitas bahan bakar yang lebih banyak dari varian C-130A.


“Didatangkannya pesawat Hercules erat kaitannya dengan kunjungan Presiden Sokarno ke Amerika akhir 1959. Pemerintah Amerika melalui Presiden John F. Kennedy menyampaikan ucapan terima kasih atas pembebasan penerbang CIA yang mendukung pemberontakan PRRI/Permesta yaitu Allan Lawrence Pope,” tulis tim Dinas Penerangan Angkatan Udara (Dispenau) dalam buku Sejarah TNI Angkatan Udara: 1960-1969.


Pesawat-pesawat C-130B Hercules itu mulai datang memperkuat AURI seiring upacara serah terimanya di Bandara Kemayoran, Jakarta pada 18 Maret 1960. Serah terimanya turut dihadiri Wakil Presiden Lockheed Carl Squire, Men/Pangau Laksamana Udara Suryadi Suryadharma, Menteri Keamanan Nasional cum KSAD Jenderal A.H. Nasution, Menteri Perhubungan Udara Komodor Iskandar, Wakil Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Gatot Subroto, serta sejumlah diplomat yang mewakili Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk RI.


“Pesawat C-130B Hercules ini dibawa oleh putera-putera terbaik bangsa, langsung diterbangkan dari pabriknya di Amerika, setelah sebelumnya dilatih selama enam bulan mengenai cara mengoperasikan dan merawatnya. Mereka yang membawa pesawat tersebut adalah Mayor Udara Penerbang S. Tjokroadiredjo, LU II A. Carqua, SMU S. Wijono, Kapten Navigator The Ting Ho, SMU Smith, Kapten Udara Penerbang Pribadi, LU I Basjir, SMU Ali Nursjamsu, LMU II Alex Telelepta, LMU I Sukarno, LU I Arifin Sarodja, dan Kapten Udara Sasmito Notokusumo,” tandas tim Dispenau.*

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating

TULISAN LAINNYA

bg-gray.jpg

...

...

KEGIATAN

bottom of page