- Hendri F. Isnaeni
- 12 Okt 2020
- 2 menit membaca
Belanda menguasai sebagian besar perbatasan di Jawa Barat dan memblokade pesisir Banten sehingga Karesidenan Banten terisolasi.Hubungan Banten dengan pemerintah pusat di Yogyakarta pun terputus. Untuk memenuhi kebutuhan alat pembayaran di Banten, pemerintah pusat memerintahkan Residen Banten K.H. Achmad Chatib untuk mencetak dan mengeluarkan Oeang Republik Indonesia Daerah Banten (ORIDAB).
"ORIDAB merupakan ORIDA pertama yang diterbitkan di Pulau Jawa dengan emisi Serang yang terbit pada Desember 1947," tulis Sri Margana dkk.dalam Keindonesiaan dalam Uang: Sejarah Uang Kertas Indonesia, 1945-1953.
Baca juga: Merentang Sejarah Uang
Buku Percetakan Uang RI dari Masa ke Masa Volume 1 mengungkapkan bahwa ORIDAB dicetak di Percetakan SERANG di Jalan Diponegoro No. 6 Serang. Pemilik percetakan adalah Abdurrodjak. Pencetakan uang dipimpin oleh R. Abubakar Winangun, M. Sastra Atmadja, Abdurrodjak, dan M. Solihin. Pejabat penerima, penyimpanan, dan pengedar uang kertas adalah M. Asmail. Mereka diangkat berdasarkan surat ketetapan Kepala Pejabatan Keuangan Dewan Pertahanan Daerah Banten No. UU/94 tanggal 26 Mei 1948.
Para ahli dan pekerja pencetakan berjumlah sebelas orang di antaranya M. Jupri, Suparman, M. Tohir, Senen dan Sanah. Pembuat gambar uang adalah E. Edel Yusuf dari Serang dan pembuat klise adalah M. Ruyani dan Dana dari Kecamatan Petir. Bahan klise dibuat dari kayu sawo kecik, kecuali untuk pecahan Rp100 dibuat dari timah.

Pencetakan ORIDAB terdiri dari pecahan Rp1, Rp5, Rp25, Rp50 (jumlahnya tidak diketahui) dan Rp100 sejumlah satu juta rupiah nilai nominal. Uang bernilai Rp1 dibuat dari bahan kertas berwarna dasar coklat muda. Gambar depannya berupa nilai uang, cangkul, dan palu. Tanda tangan Achmad Chatib tertera dalam aksara Arab. Di belakangnya termuat ketentuan hukuman pidana bagi pemalsu uang.
Baca juga: Lahirnya Uang Putih
Yang menarik, pada pecahan Rp5, gambar ikon lokal disertakan seperti kubah Masjid Agung Banten, senjata debus, dan keris. Di sudut kanannya termaktub tanda tangan Residen Banten dan empat unggas. Masa pencetakan ORIDAB dari Februari 1947 sampai 11 Agustus 1948.

ORIDAB ditandatangani oleh K.H. Achmad Chatib sebagai Residen Banten dan Abubakar Winangun sebagai Panitia Keuangan/Pimpinan Umum tahun 1947. Pada 1948 ORIDAB ditandatangani oleh K.H. Achmad Chatib dan Yusuf Adiwinata sebagai Kepala Pejabatan Keuangan Dewan Pertahanan Daerah Banten.
Baca juga: Menahan Laju Uang Merah
ORIDAB berlaku di daerah Banten, termasuk Tangerang, Jasinga, Bogor, dan Lampung Selatan. Pecahan Rp100 belum sempat beredar karena tentara Belanda menyerbu Banten dan menghancurkan semua klise uang tersebut. Sejak itu, Belanda memblokir peredarannya. ORIDAB pun mulai menghilang dari pasaran pada Februari 1949. Akibatnya orang-orang di pasar harus melakukan barter untuk memperoleh barang kebutuhan.

Menurut Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari dalam Catatan Masa Lalu Banten, karena uang ORIDAB begitu sederhana sehingga mudah dipalsukan oleh orang-orang yang berdomisili di Tangerang dengan dukungan Belanda. Mereka memasukkan uang palsu itu ke Banten melalui pos-pos Belanda di perbatasan. Akibatnya, terjadi inflasi yang diperparah oleh ketidakpercayaan rakyat terhadap nilai ORIDAB.
Baca juga: Perang Uang Palsu Masa Revolusi
Pasukan penjaga perbatasan yang dipimpin Mayor R.R. Jaelani diperintahkan untuk mengatasi penyelundupan uang palsu itu. Jaelani membentuk pasukan khusus yang bertugas mempelajari kode-kode rahasia dari ORIDAB. Sebelum pasar dibuka, para petugas memeriksa uang-uang yang akan dibelanjakan. Apabila didapati uang palsu segera dimusnahkan.
Para petugas juga memeriksa dengan ketat orang-orang yang datang dari daerah pendudukan Belanda dan menangkap mereka yang menyelundupkan uang palsu. Dengan cara ini, secara bertahap inflasi dapat diatasi.
Comments