PM Mark Rutte minta maaf atas kekerasan ekstrem di masa Perang Kemerdekaan Indonesia tapi menolak menyebutnya kejahatan perang.

Ketika politisi sayap kanan Belanda mengagungkan era kolonialisme dan mempahlawankan Westerling.

PM Belanda Mark Rutte menyatakan pengakuannya terhadap 17 Agustus 1945 di sela perdebatan di Parlemen Belanda. Pengakuan resmi pertama sejak 78 tahun.

Polemik hasil penelitian dekoloniasi dibawa ke parlemen dan hasilkan debat alot. Minta pemerintah bertanggungjawab dan meminta maaf.

Pada tahun 1981, Erasmus Huis memiliki sekitar 3.000 anggota, 90 persen orang Indonesia dan 10 persen orang Belanda.

Erasmus Huis, yang merupakan perluasan ruang baca kecil yang dibuka beberapa tahun sebelumnya di lokasi yang sama, dimaksudkan sebagai “pusat pertemuan orang Indonesia dan Belanda dan memberikan kesempatan kepada orang Indonesia untuk belajar tentang budaya Belanda

Interaksi antara masyarakat Nusantara dan orang-orang Belanda melahirkan kebudayaan yang jejaknya masih ada sampai hari ini.

Kepemilikan budak pelayan jadi penanda status sosial elite Belanda. Makin pintar dan cerdas budaknya, makin terpandang pula majikannya.

Terinspirasi alam kebebasan Revolusi Prancis, Tula memimpin pemberontakan kaum budak.

Potret risiko budak yang melawan. Menuntut pengembalian hak-haknya, sekelompok budak divonis hukuman mati dengan dibakar hidup-hidup.

Sejumlah arsip NEFIS dan dokumen pribadi tentang pergerakan kiri masih tersebar di Belanda. Bukan perkara mudah juga untuk mengaksesnya.

Dua dari 14 buku yang merangkum penelitian Belanda merupakan hasil kolaborasi. Upaya menjembatani narasi sejarawan Belanda dan Indonesia.

Mengikuti Inggris, Amerika, dan negeri Arab, Perdana Menteri Belanda menyesali dan meminta maaf atas dosa perbudakan di masa lalu.

Belanda meminta maaf atas perbudakan di bekas koloninya di belahan bumi barat atas nama sejarah. Bagaimana dengan Indonesia?

Rijsttafel mengangkat kedudukan kuliner Nusantara pada kedudukan yang istimewa.