Separuh hidupnya untuk dunia peran. Dua kali memerankan biopik legenda kulit hitam.

Cerita getir karya penulis dari negeri Apartheid diangkat ke layar lebar. Terasa faktual kendati kemasannya fiktif.

Chand Parwez Servia mengidolakan Buya Hamka. Sosok ulama teladan dalam suasana keberagaman.

Untuk mendongkrak moril rakyatnya di Perang Dunia II, Jerman-Nazi menggunakan sejarah untuk propaganda. Lahirlah film Kolberg.

Kisah bioskop Garuda di Kediri. Dulu tempat muda-mudi menonton film mancanegara tapi kini tinggal nama.

Dari artis Indonesia pertama yang berani tampil vulgar hingga drive-in-theatre pertama.

Intrik dan kontroversi bisnis di balik kondangnya resto cepat saji McDonald’s diangkat ke layar perak bertajuk “The Founder”.

Namanya sampai ke Indonesia dan mengilhami sebuah lagu. Simbol kehendak merdeka rakyat Aljazair.

Drakor bermula dari drama radio. Mengguncang pasar lewat “Winter Sonata” hingga viralnya “The World of the Married”.

Petite histoire keberanian pelajar-pelajar AURI di masa revolusi yang diangkat ke layar perak bertajuk “Kadet 1947”.

Pengakuan pembuat film porno mirip Sukarno dengan perempuan pirang yang diminta CIA.

Musik ilustrasi untuk film di Indonesia bermula dari kehadiran film suara. Semula asal tempel, lalu jadi bagian tak terpisahkan.

Dulu pianis ikut tampil di dekat layar bioskop untuk memainkan musik. Sering tidak sinkron antara musik dan adegan film.

Jagal/The Act of Killing terus menuai pujian. Aung San Suu Kyi tak ketinggalan memberi penghargaan.

Saya tak melihat Anwar Congo sebagai seorang pembunuh berdarah dingin.