Orde Baru habis-habisan mengejar target swasembada beras. Masalah lain justru muncul. Beralih ke swasembada pangan.

Terusan Suez dibangun atas ide-ide pemajuan peradaban Barat dan Timur. Dalam prosesnya justru melibatkan kerja paksa.

Ratusan ton opium diperdagangkan secara ilegal oleh pemerintah lewat tentara dan laskar. Ditujukan untuk membeli senjata dan melawan Belanda.

Hegemoni beras sebagai makanan pokok menyingkirkan keragaman pangan lokal Indonesia. Dari zaman Mataram hingga Orde Baru, pola berulang.

Impor beras berlangsung sejak kemerdekaan. Tak menutup kekurangan pasokan beras tiap tahunnya.

Bagaimana tentara dan laskar berlomba memperebutkan jalur distribusi beras di Karawang pada era revolusi.

Situs kapal tenggelam di Rembang, Bali, dan Yunani bisa jadi contoh pengelolaan tinggalan arkeologi bawah air.

Kapal tenggelam membuktikan Nusantara dikunjungi berbagai bangsa. Membawa budaya yang menjadikan Indonesia beragam.

Dari puluhan pengangkatan muatan kapal tenggelam hanya beberapa yang berhasil. Ribuan benda gagal dilelang dan menumpuk di gudang.

Mencari nilai ekonomi dari benda cagar budaya tidak harus dengan menjualnya.

Penjualan miras impor dan lokal laku keras di Hindia Belanda. Muncul pasar gelap miras untuk menyiasati aturan yang ketat.

Pengangkatan benda berharga muatan kapal tenggelam dibuka kembali bagi investor termasuk asing.

Air Kali Ciliwung digunakan untuk membuat bir. Masuk ke hotel dan tempat belanja elite. Harganya selangit.

Berkat kepiawaiannya berbisnis para pengelolanya, praja Mangkunagaran berhasil meningkatkan perekonomian di wilayah kekuasaannya. Kopi dan gula menjadi dua komoditas andalan.

Di tengah kesibukannya sebagai presiden, Bung Karno kerap ngelayap untuk sekadar berburu makanan kesukaannya.